Kamis, 02 Januari 2020

MARSIGIT PHILOSOPHY 2019: RANCANGAN JUDUL DAN PROPOSAL PENELITIAN


PENGEMBANGAN DAN VALIDASI SKALA VERTIKAL PENILAIAN FORMATIF PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH
oleh

M. Rais Ridwan

NIM. 19701261009
Dosen Pengampu: PROF. DR. MARSIGIT, M.A.
A.    Judul Penelitian
B.     Latar Belakang Permasalahan
Salah satu objek tidak langsung dari pembelajaran matematika sekolah adalah kemampuan kemahiran matematika yang meliputi penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah. Penalaran adalah proses berpikir di dalam penarikan kesimpulan. Metode penalaran yang digunakan antara lain, pertama, penalaran dengan metode deduksi yang biasa disebut penalaran deduksi yaitu penalaran menarik kesimpulan dari pernyataan yang berlaku umum diberlakukan kepada keadaan khusus. Kedua, penalaran dengan metode induksi, yaitu penalaran menarik kesimpulan dari pernyataan khusus yang didapat dari beberapa kali pengamatan diberlakukan secara umum. Ketiga, penalaran dengan metode ilmiah, yaitu penalaran yang merupakan rangkaian berulang kali dari penalaran deduksi dan penalaran induksi. Langkah-langkah dalam penalaran ilmiah adalah melakukan pengamatan gejala yang terjadi, melakukan studi pustaka atau teori-teori yang sudah ada dan membuat dugaan sementara atau hipotesis, uji coba lapangan, menguji hipotesis dan membuat kesimpulan.
Komunikasi berkaitan dengan kemampuan yang diharapkan dari siswa untuk menyampaikan pendapat atau pengertian yang mereka miliki kepada orang lain, dengan benar dan jelas sehingga dapat diterima oleh orang lain dengan baik. Bagian kemahiran matematika yang lain adalah pemecahan masalah, pemecahan masalah adalah suatu situasi dimana seorang individu atau kelompok dihadapkan pada masalah yang tidak biasa dan algoritmanya juga belum ditetapkan secara pasti.
Dalam praktiknya, pembelajaran yang dilakukan di Jerman menggunakan metode dialog Sokratik dimana metode yang diterapkan dengan satu tujuan dasar, yakni mengajarkan anak untuk berpikir mandiri. “Ketika anak-anak di sekolah dasar berfilsafat,” demikian tulis BrĂ¼ning, “ia harus mengembangkan idenya sendiri tentang pertanyaan-pertanyaan filosofis. Hal ini dibantu dengan guru melalui pertanyaan, penjelasan dan pendasaran dari argumen-argumen yang diberikan.” Guru dengan jumlah 16 orang hanya menjadi semacam teman untuk mencari jawaban bagi anak. Pada akhirnya, anak sendiri yang akan berpikir dan menemukan jawabannya sendiri. Kemudian yang juga perlu diperhatkan disini adalah, bahwa metode Sokrates tidak akan berujung pada satu jawaban saja, melainkan beberapa jawaban dari pertanyaan yang sama. Jawaban-jawaban itu pun bukan sesuatu yang pasti, melainkan selalu terbuka untuk pertanyaan dan kritik lebih jauh. Hal ini menyebabkan bahwa setiap orang melihat dunia dengan kaca mata yang berbeda-beda, dan akan menghasilkan sudut pandang yang berbeda-beda pula. Anak pun lalu diajarkan untuk terbiasa dengan perbedaan sudut pandang semacam ini. Pola semacam ini akan sangat berguna bagi anak, supaya bisa bisa hidup dengan damai di dalam masyarakat multikultur. Maka, di dalam metode Sokratik, anak belajar tidak hanya untuk berpikir dan berpendapat secara kritis, rasional, sistematis dan reflektif, tetapi juga belajar untuk hidup. Inilah pola mengajar di dalam program filsafat untuk anak di berbagai sekolah dasar di Jerman.
Prinsip mendasar dalam pendidikan matematika adalah berbasis pada pemecahan masalah nyata. Siswa tidak ditugasi mengerjakan tugas-tugas operasi matematika dalam bentuk angka atau non-angka yang terlepas dari konteks kehidupan nyata mereka. Peserta didik diberi tugas berupa masalah matematika konkret yang terjadi. Hal ini bukan hanya membangkitkan minat peserta didik terhadap belajar matematika, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Permasalahan yang mungkin timbul adalah apakah semua formula matematika harus dipelajari melalui pendekatan berbasis masalah nyata. Buku-buku teks matematika yang mengacu pada kurikulum 2013 menunjukkan bahwa semakin tinggi level pendidikan (dari kelas I sampai kelas XII), semakin abstrak pula ilmu matematikanya sehingga pembelajarannya tidak selalu harus diawali dengan pemecahan masalah nyata.
Buku teks matematika yang mengacu pada kurikulum 2013, misalnya dalam buku teks Matematika untuk kelas 7 bab 1 tentang himpunan. Kompetensi dasar yang hendak dicapai dalam mempelajari himpunan adalah sebagai berikut:
  1. Menunjukkan sikap logis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah; 
  2. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri dan ketertarikan diri kepada matematika dan memiliki rasa percaya terhadap daya serta kegunaan matematika yang terbentuk melalui pengalaman belajar; 
  3. Menunjukkan perilaku ingin tahu dalam melakukan aktivitas di rumah, sekolah, dan masyarakat sebagai wujud implementasi penyelidikan himpunan; 
  4. Memahami pengertian himpunan, himpunan bagian, komplemen himpunan, operasi himpunan dan menunjukkan contoh dan bukan contoh.
Dilain pihak, Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi (Competence Based Curriculum), dimana kurikulum ini dapat dikategorikan sebagai pengalaman bukan sekedar pedoman atau kumpulan materi untuk dipelajari. Konsekuensinya, guru dalam pembelajaran harus memfasilitasi para siswa dengan berbagai kegiatan   sehingga   para   siswa   mendapat   pengalaman   belajar   yang bermakna. Dengan demikian kurikulum ini merekomendasikan metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak terstruktur dengan   baik   sebagai   konteks   untuk   para   peserta   didik   belajar   berfikir   kritis   dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan (Marsigit, 2015).
Selain model pembelajaran yang diterapkan oleh guru, unsur yang penting dalam pembelajaran adalah penilaian. Penilaian dapat dilakukan dengan beragam. Mengukur kemampuan siswa melalui teknik penilaian konvensional seperti tanya jawab akan menjadi tidak relevan lagi atau tidak cukup. Penilaian harus berubah, pengetahuan faktual siswa dapat dinilai selama proses pembelajaran, dan penerapan pengetahuan dapat diuji saat siswa mengerjakan proyek mereka di lapangan.
C.    Identifikasi dan Rumusan Permasalahan Penelitian
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan skala vertikal untuk penilaian formatif kemampuan matematika siswa sekolah menengah dengan menggunakan metode teori respon butir. Kemudian mengevaluasi validitas terkait konten dari skala vertikal, yakni dengan membandingkan hasil empiris prosedur kalibrasi (yaitu, estimasi kesulitan item) dengan teori, item terkait konten yang direfleksikan berdasarkan tingkat kompetensi yang mendasari kurikulum, yang berfungsi sebagai kerangka kerja untuk konten terhadap pengembangan skala. Selain itu, menganalisis kecocokan secara umum antara kesulitan butir terkait konten dan empiris, dan juga mengeksplorasi melalui analisis korelasi dan regresi berganda, apakah terdapat perbedaan kesesuaian butir yang terkait dengan siklus kurikulum yang berbeda (yaitu, sekolah menengah pertama vs sekolah menengah atas), domain, atau kompetensi dalam matematika. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan dan mevalidasi skala vertikal untuk penilaian formatif pada kemampuan matematika siswa sekolah menengah.
D.    Metodologi Penelitian
1.    Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2007: 5). Kemudian, menurut Subana dan Sudrajat (2005: 25) penelitian kuantitatif dilihat dari segi tujuan, penelitian ini dipakai untuk menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, dan untuk menunjukkan hubungan antar variabel dan adapula yang sifatnya mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendiskripsikan banyak hal. Dalam penelitian ini, jika ditinjau dari segi tujuanannya, penelitian kuantitatif digunakan untuk menguji suatu teori yang menggunakan teori respon butir untuk mengembangkan dan menvalidasi skala vertikal penilaian formatif pada kemampuan matematika siswa sekolah menengah. Adapun langkah-langkah yang digunakan diantaranya, yakni (1) memilih tingkat kesulitan berdasarkan butir/item konten, (2) melakukan desain kalibrasi yang terdiri dari mendesain item secara umum dan mendistribusi konten dalam desain, (3) melakukan kalibrasi item, dan (4) analisis data.
2.      Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa sekolah tingkat menengah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan sampel penelitian siswa dengan sekolah tingkat menengah status negeri dan terakreditasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
3.      Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan berdasarkan tes untuk setiap tingkatan/kelas yang diperoleh dengan menggunakan data cross-sectional dari sampel kalibrasi pre-test. Data pre-test tersebut digunakan untuk menvalidasi skala vertikal untuk penilaian formatif kemampuan matematika siswa kelas tujuh sampai dua belas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, digunakan untuk menyelidiki sejauh mana parameter kesulitan item empiris yang dihasilkan dari kalibrasi Rasch yang merefleksikan kesulitan item yang berhubungan dengan konten berdasarkan tingkat kompetensi spesifik dari kurikulum 13.
4.      Kisi-Kisi Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah instrumen tes tingkat satuan pendidikan sekolah menengah mata pelajaran matematika kelas tujuh hingga dua belas. Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi intrumen yang terdiri dari standar kompetensi lulusan, kompetensi dasar, indikator soal uraian materi, nomor butir soal, dan bentuk soal. Kemudian, berdasarkan kompetensi tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesulitan item empiris dan kemudian dilakukan kalibrasi terkait refleksi kesulitan item yang berhubungan dengan konten berdasarkan tingkat kompetensi spesifik dari kurikulum 13. 
5.      Teknik Validitas dan Realibilitas
Teknik validitas dalama penelitian ini menggunakan validitas isi dan validasi konstruk. Menurut Sudjana (1995), validitas isi berkenan dengan kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi yang seharusnya. Aspek penting untuk memperoleh validitas isi adalah valid isi dan valid teknik dalam melakukan sampling. Validitas isi mencakup hal yang berkaitan dengan dengan suatu item yang bertujuan untuk menggambarkan pengukuran dalam suatu cakupan yang hendak diukur. Mardapi (2007) mengemukakan penentuan validitas isi dapat dilakukan melalui kegiatan focus group discussion (FGD) dan penetapan dilakukan oleh pakar. Paling tidak terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk menetapkan validitas instrumen, yaitu metode Lawshe dan metode Aiken. Dalam penelitian ini, validitas isi terkait dengan butir/item soal yang berkaitan dengan indikator yang sesuai dengan kompetensi dasar tingkat satuan Pendidikan sekolah menengah. Kemudian untuk reliabilitas yang digunakan untuk melihat konsistensi atau keajegan hasil pengukuran dari waktu ke waktu sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya untuk menentukan apakah tes telah menyajikan pengukuran yang baik dimana skor amatan mempunyai korelasi yang tinggi dengan skor yang sebenarnya. Teknik realibilitas yang digunakan adalah teknik dengan menggunakan teori tes klasik, yakni menggunanakan persamaan Kuder-Richardson 20. Selain itu, teknik realibilitas dengan menggunakan teori modern juga digunakan, yakni dengan melihat fungsi informasi butir fungsi informatif.    
6.      Teknik Analisis Data  
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif dengan menghitung rerata dan standar deviasi kelompok siswa berdasarkan tingkatannya. Kemudian, untuk analisis inferensial yang terdiri dari analisis korelasi dan regresi berganda untuk melihat perbedaan antara estimasi kesulitan item empiris dan item teoritis dan juga perbedaan konten terkait kesulitan untuk item yang bersesuaian dengan kurikulum, domain, atau kompetensi.




 

5 komentar:

eM. Ikhsan Gho mengatakan...

Semoga senantiasa bermanfaat dan bisa terealisasi menjadi proposal.

Tri Effiyanti mengatakan...

Semoga bisa dilanjutkan mas. Tertarik mengenai skala vertikal penilaian. Apakah ada juga skala horizontalnya mas?

#MARSIGIT PHILOSOPHY 2019 - WIWIN MISTIANI mengatakan...

lanjutkan mas ini kajian yang menarik...

Alin mengatakan...


Kereeen... Lanjutkan Mas

Unknown mengatakan...

Dapat ilmu baru..

MARSIGIT PHILOSOPHY 2019: RANCANGAN JUDUL DAN PROPOSAL PENELITIAN

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI SKALA VERTIKAL PENILAIAN FORMATIF PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH oleh M....