PENGEMBANGAN DAN VALIDASI SKALA VERTIKAL
PENILAIAN FORMATIF PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH
oleh
M. Rais Ridwan
A.
Judul Penelitian
B. Latar Belakang Permasalahan
B. Latar Belakang Permasalahan
Salah satu objek tidak langsung dari pembelajaran matematika
sekolah adalah kemampuan kemahiran matematika yang meliputi penalaran,
komunikasi, dan pemecahan masalah. Penalaran adalah proses berpikir di dalam
penarikan kesimpulan. Metode penalaran yang digunakan antara lain, pertama,
penalaran dengan metode deduksi yang biasa disebut penalaran deduksi yaitu
penalaran menarik kesimpulan dari pernyataan yang berlaku umum diberlakukan
kepada keadaan khusus. Kedua, penalaran dengan metode induksi, yaitu penalaran
menarik kesimpulan dari pernyataan khusus yang didapat dari beberapa kali
pengamatan diberlakukan secara umum. Ketiga, penalaran dengan metode ilmiah,
yaitu penalaran yang merupakan rangkaian berulang kali dari penalaran deduksi
dan penalaran induksi. Langkah-langkah dalam penalaran ilmiah adalah melakukan
pengamatan gejala yang terjadi, melakukan studi pustaka atau teori-teori yang
sudah ada dan membuat dugaan sementara atau hipotesis, uji coba lapangan,
menguji hipotesis dan membuat kesimpulan.
Komunikasi berkaitan dengan kemampuan yang diharapkan dari
siswa untuk menyampaikan pendapat atau pengertian yang mereka miliki kepada
orang lain, dengan benar dan jelas sehingga dapat diterima oleh orang lain
dengan baik. Bagian kemahiran matematika yang lain adalah pemecahan masalah,
pemecahan masalah adalah suatu situasi dimana seorang individu atau kelompok
dihadapkan pada masalah yang tidak biasa dan algoritmanya juga belum ditetapkan
secara pasti.
Dalam praktiknya, pembelajaran yang dilakukan di Jerman
menggunakan metode dialog Sokratik dimana metode yang diterapkan dengan satu
tujuan dasar, yakni mengajarkan anak untuk berpikir mandiri. “Ketika anak-anak
di sekolah dasar berfilsafat,” demikian tulis BrĂ¼ning, “ia harus mengembangkan
idenya sendiri tentang pertanyaan-pertanyaan filosofis. Hal ini dibantu dengan
guru melalui pertanyaan, penjelasan dan pendasaran dari argumen-argumen yang
diberikan.” Guru dengan jumlah 16 orang hanya menjadi semacam teman untuk
mencari jawaban bagi anak. Pada akhirnya, anak sendiri yang akan berpikir dan
menemukan jawabannya sendiri. Kemudian yang juga perlu diperhatkan disini
adalah, bahwa metode Sokrates tidak akan berujung pada satu jawaban saja,
melainkan beberapa jawaban dari pertanyaan yang sama. Jawaban-jawaban itu pun
bukan sesuatu yang pasti, melainkan selalu terbuka untuk pertanyaan dan kritik
lebih jauh. Hal ini menyebabkan bahwa setiap orang melihat dunia dengan kaca
mata yang berbeda-beda, dan akan menghasilkan sudut pandang yang berbeda-beda
pula. Anak pun lalu diajarkan untuk terbiasa dengan perbedaan sudut pandang
semacam ini. Pola semacam ini akan sangat berguna bagi anak, supaya bisa bisa
hidup dengan damai di dalam masyarakat multikultur. Maka, di dalam metode
Sokratik, anak belajar tidak hanya untuk berpikir dan berpendapat secara
kritis, rasional, sistematis dan reflektif, tetapi juga belajar untuk hidup.
Inilah pola mengajar di dalam program filsafat untuk anak di berbagai sekolah
dasar di Jerman.
Prinsip mendasar dalam pendidikan matematika adalah berbasis
pada pemecahan masalah nyata. Siswa tidak ditugasi mengerjakan tugas-tugas
operasi matematika dalam bentuk angka atau non-angka yang terlepas dari konteks
kehidupan nyata mereka. Peserta didik diberi tugas berupa masalah matematika
konkret yang terjadi. Hal ini bukan hanya membangkitkan minat peserta didik
terhadap belajar matematika, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk
mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Permasalahan yang
mungkin timbul adalah apakah semua formula matematika harus dipelajari melalui
pendekatan berbasis masalah nyata. Buku-buku teks matematika yang mengacu pada
kurikulum 2013 menunjukkan bahwa semakin tinggi level pendidikan (dari kelas I
sampai kelas XII), semakin abstrak pula ilmu matematikanya sehingga
pembelajarannya tidak selalu harus diawali dengan pemecahan masalah nyata.
Buku teks matematika yang mengacu pada kurikulum 2013,
misalnya dalam buku teks Matematika untuk kelas 7 bab 1 tentang himpunan.
Kompetensi dasar yang hendak dicapai dalam mempelajari himpunan adalah sebagai
berikut:
- Menunjukkan sikap logis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah;
- Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri dan ketertarikan diri kepada matematika dan memiliki rasa percaya terhadap daya serta kegunaan matematika yang terbentuk melalui pengalaman belajar;
- Menunjukkan perilaku ingin tahu dalam melakukan aktivitas di rumah, sekolah, dan masyarakat sebagai wujud implementasi penyelidikan himpunan;
- Memahami pengertian himpunan, himpunan bagian, komplemen himpunan, operasi himpunan dan menunjukkan contoh dan bukan contoh.
Dilain pihak, Kurikulum
2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi (Competence Based Curriculum),
dimana kurikulum ini dapat dikategorikan sebagai pengalaman bukan sekedar
pedoman atau kumpulan materi untuk dipelajari. Konsekuensinya, guru dalam
pembelajaran harus memfasilitasi para siswa dengan berbagai kegiatan sehingga
para siswa mendapat
pengalaman belajar yang bermakna. Dengan demikian kurikulum ini
merekomendasikan metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata
yang tidak terstruktur dengan baik sebagai
konteks untuk para
peserta didik belajar
berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan
memperoleh pengetahuan (Marsigit, 2015).
Selain model
pembelajaran yang diterapkan oleh guru, unsur yang penting dalam pembelajaran
adalah penilaian. Penilaian dapat dilakukan dengan beragam. Mengukur kemampuan siswa
melalui teknik penilaian konvensional seperti tanya jawab akan menjadi tidak
relevan lagi atau tidak cukup. Penilaian harus berubah, pengetahuan faktual
siswa dapat dinilai selama proses pembelajaran, dan penerapan pengetahuan dapat
diuji saat siswa mengerjakan proyek mereka di lapangan.
C. Identifikasi dan Rumusan
Permasalahan Penelitian
Identifikasi
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan skala vertikal
untuk penilaian formatif kemampuan matematika siswa sekolah menengah dengan
menggunakan metode teori respon butir. Kemudian mengevaluasi validitas terkait
konten dari skala vertikal, yakni dengan membandingkan hasil empiris prosedur
kalibrasi (yaitu, estimasi kesulitan item) dengan teori, item terkait konten
yang direfleksikan berdasarkan tingkat kompetensi yang mendasari kurikulum,
yang berfungsi sebagai kerangka kerja untuk konten terhadap pengembangan skala.
Selain itu, menganalisis kecocokan secara umum antara kesulitan butir terkait
konten dan empiris, dan juga mengeksplorasi melalui analisis korelasi dan
regresi berganda, apakah terdapat perbedaan kesesuaian butir yang terkait
dengan siklus kurikulum yang berbeda (yaitu, sekolah menengah pertama vs
sekolah menengah atas), domain, atau kompetensi dalam matematika. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan dan mevalidasi skala
vertikal untuk penilaian formatif pada kemampuan matematika siswa sekolah
menengah.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang
menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode
statistika (Azwar, 2007: 5). Kemudian, menurut Subana dan Sudrajat (2005: 25)
penelitian kuantitatif dilihat dari segi tujuan, penelitian ini dipakai untuk
menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, dan
untuk menunjukkan hubungan antar variabel dan adapula yang sifatnya
mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendiskripsikan banyak hal.
Dalam penelitian ini, jika ditinjau dari segi tujuanannya, penelitian
kuantitatif digunakan untuk menguji suatu teori yang menggunakan teori respon
butir untuk mengembangkan dan menvalidasi skala vertikal penilaian formatif
pada kemampuan matematika siswa sekolah menengah. Adapun langkah-langkah yang
digunakan diantaranya, yakni (1) memilih tingkat kesulitan berdasarkan
butir/item konten, (2) melakukan desain kalibrasi yang terdiri dari mendesain
item secara umum dan mendistribusi konten dalam desain, (3) melakukan kalibrasi
item, dan (4) analisis data.
2. Populasi dan Sampel
Populasi
dalam penelitian ini adalah semua siswa sekolah tingkat menengah di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan sampel penelitian siswa dengan sekolah
tingkat menengah status negeri dan terakreditasi di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
3. Metode Pengumpulan Data
Data
dikumpulkan berdasarkan tes untuk setiap tingkatan/kelas yang diperoleh dengan
menggunakan data cross-sectional dari sampel kalibrasi pre-test. Data pre-test
tersebut digunakan untuk menvalidasi skala vertikal untuk penilaian formatif
kemampuan matematika siswa kelas tujuh sampai dua belas di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Selain itu, digunakan untuk menyelidiki sejauh mana
parameter kesulitan item empiris yang dihasilkan dari kalibrasi Rasch yang merefleksikan
kesulitan item yang berhubungan dengan konten berdasarkan tingkat kompetensi
spesifik dari kurikulum 13.
4. Kisi-Kisi Instrumen
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian adalah instrumen tes tingkat satuan pendidikan
sekolah menengah mata pelajaran matematika kelas tujuh hingga dua belas.
Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi intrumen yang terdiri dari standar
kompetensi lulusan, kompetensi dasar, indikator soal uraian materi, nomor butir
soal, dan bentuk soal. Kemudian, berdasarkan kompetensi tersebut
diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesulitan item empiris dan kemudian
dilakukan kalibrasi terkait refleksi kesulitan item yang berhubungan dengan
konten berdasarkan tingkat kompetensi spesifik dari kurikulum 13.
5. Teknik Validitas dan Realibilitas
Teknik
validitas dalama penelitian ini menggunakan validitas isi dan validasi
konstruk. Menurut Sudjana (1995), validitas isi berkenan dengan kesanggupan
alat penilaian dalam mengukur isi yang seharusnya. Aspek penting untuk
memperoleh validitas isi adalah valid isi dan valid teknik dalam melakukan
sampling. Validitas isi mencakup hal yang berkaitan dengan dengan suatu item
yang bertujuan untuk menggambarkan pengukuran dalam suatu cakupan yang hendak
diukur. Mardapi (2007) mengemukakan penentuan validitas isi dapat dilakukan
melalui kegiatan focus group discussion
(FGD) dan penetapan dilakukan oleh pakar. Paling tidak terdapat dua metode yang
dapat digunakan untuk menetapkan validitas instrumen, yaitu metode Lawshe dan
metode Aiken. Dalam penelitian ini, validitas isi terkait dengan butir/item
soal yang berkaitan dengan indikator yang sesuai dengan kompetensi dasar
tingkat satuan Pendidikan sekolah menengah. Kemudian untuk reliabilitas yang
digunakan untuk melihat konsistensi atau keajegan hasil pengukuran dari waktu
ke waktu sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya untuk menentukan apakah
tes telah menyajikan pengukuran yang baik dimana skor amatan mempunyai korelasi
yang tinggi dengan skor yang sebenarnya. Teknik realibilitas yang digunakan
adalah teknik dengan menggunakan teori tes klasik, yakni menggunanakan
persamaan Kuder-Richardson 20. Selain itu, teknik realibilitas dengan
menggunakan teori modern juga digunakan, yakni dengan melihat fungsi informasi
butir fungsi informatif.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif dengan menghitung rerata dan standar deviasi kelompok siswa berdasarkan tingkatannya. Kemudian, untuk analisis inferensial yang terdiri dari analisis korelasi dan regresi berganda untuk melihat perbedaan antara estimasi kesulitan item empiris dan item teoritis dan juga perbedaan konten terkait kesulitan untuk item yang bersesuaian dengan kurikulum, domain, atau kompetensi.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif dengan menghitung rerata dan standar deviasi kelompok siswa berdasarkan tingkatannya. Kemudian, untuk analisis inferensial yang terdiri dari analisis korelasi dan regresi berganda untuk melihat perbedaan antara estimasi kesulitan item empiris dan item teoritis dan juga perbedaan konten terkait kesulitan untuk item yang bersesuaian dengan kurikulum, domain, atau kompetensi.
5 komentar:
Semoga senantiasa bermanfaat dan bisa terealisasi menjadi proposal.
Semoga bisa dilanjutkan mas. Tertarik mengenai skala vertikal penilaian. Apakah ada juga skala horizontalnya mas?
lanjutkan mas ini kajian yang menarik...
Kereeen... Lanjutkan Mas
Dapat ilmu baru..
Posting Komentar